9 Nov 2015

HARUS MENGALAMI TUHAN SECARA NYATA

TUHAN TIDAK BOLEH hanya menjadi bahan khotbah, isi diskusi Alkitab, pendalaman Alkitab atau pelajaran yang digumuli di sekolah Theologia. Tuhan harus dialami secara konkret. Dia adalah Pribadi yang hidup, berperasaan, berpikir dan berkehendak. Itulah sebabnya kita harus memperlakukan Allah sebagai Pribadi. Jika tidak, maka Tuhan hanya menjadi Tuhan imajiner atau fantasi. Tuhan harus dapat dialami secara konkret. Benar-benar konkret. Nyata. Sebab Allah memang riil, konkret dan nyata. Kalau kuasa kegelapan, Iblis dan roh-roh jahat yang bergentayangan bisa dirasakan kehadirannya secara konkret, mereka nyata, tentu Tuhan lebih dari itu. Tuhan juga bisa sangat dirasakan kehadiran-Nya. Kalau dukun bisa bertemu dan berdialog dengan kuasa jahat yang mengasuhnya, Tuhan lebih dari itu. Tuhan juga bisa ditemui dan mengasuh kita setiap saat. Keyakinan ini harus bulat dan utuh. Tidak boleh ada keraguan sama sekali. Ironi, banyak orang lebih percaya ada setan dan ketakutan dari pada percaya Tuhan itu ada dan Mahahadir. Pertemuan dengan Tuhan haruslah dipandang (memang demikian) sebagai kesempatan berharga yang tiada taranya.
    Untuk menemui Tuhan secara khusus, seseorang harus menyediakan waktu yang dipandang istimewa. Setiap hari kita harus menyediakan waktu paling tidak 30 menit untuk bertemu Tuhan. Waktu ini harus dipandang sebagai waktu mati. Waktu mati artinya waktu yang tidak digunakan untuk apa pun selain untuk bertemu dengan Tuhan. Waktu tersebut harus dialokasi dengan jelas dan ketat. Dibiasakan pada waktu atau jam yang sama secara rutin sehingga menjadi kebiasaan yang tidak terhapus selama hidup. Usahakan di waktu yang teduh di mana tidak ada orang atau pekerjaan yang mengganggu. Biasanya mendekati tengah malam atau lebih baik lagi di waktu pagi hari dari pukul 04.00 sampai pukul 06.00. Kita harus menyediakan waktu khusus. Menutup semua hubungan dengan apa pun siapa pun. Itu adalah waktu mulia, agung dan berharga bagi Tuhan semesta alam yang menciptakan langit dan bumi, Tuhan dan Raja kita.
      Seharusnya atau sebaiknya menemui Tuhan pada waktu kondisi fisik kita prima. Biasanya ini pada pagi hari setelah bangun tidur atau setelah cukup istirahat. Dalam hal ini kita memberi yang terbaik bagi Tuhan. Karena pertemuan ini penting atau mahapenting, maka kita harus mempersiapkan fisik dengan baik. Kadang-kadang kita sengaja memakai pakaian resmi dalam pertemuan tersebut dan memandangnya sebagai pertemuan formal. Berkenaan dengan hal ini -bila mungkin- kita menyediakan ruangan yang khusus. Ruangan yang dilengkapi dengan bantal untuk berlutut, kursi untuk meletakkan siku, gitar untuk menyanyi atau menyembah atau CD untuk memperdengarkan lagu penyembahan yang mengiringi kita berdoa. Tetapi CD tidak kita putar sepanjang waktu doa, sebab bisa mengganggu perjumpaan kita dengan Tuhan. Kita harus menyediakan tempat khusus ini untuk menutup semua hubungan dengan apa pun dan siapa pun. Ruangan tersebut bisa menjadi ruang mahasuci di mana kita bertemu dengan Tuhan, sebab di tempat itu kita menemukan kehadiran Tuhan.
Dalam perjuangan mengalami Tuhan dibutuhkan ketekunan yang tinggi, sebab pada waktu belajar berdoa akan terjadi kejenuhan. Apalagi pada waktu sudah ada di ruang doa selama berbulan-bulan dan merasakan Tuhan tidak hadir dan seakan-akan Tuhan tidak ada. Dalam kondisi seperti itu kita bisa putus asa dan kehilangan gairah berdoa. Kita harus tetap tekun. Pada waktu kita tidak ingin berdoa, justru pada waktu itu kita harus berusaha bertemu dengan Tuhan dan masuk ruang doa. Kita harus belajar untuk bisa bersabar menanti Tuhan dan mencari wajah-Nya. Kita harus tetap setia di ruang doa untuk belajar merasakan hadirat Tuhan dan tetap harus merasakan kehadiran-Nya yang semakin kuat. Semakin hari kita semakin menyukai ruang doa tersebut, sampai menjadi ikatan seperti candu. Cepat atau lambat Tuhan akan memberi pengalaman-pengalaman yang luar biasa yang tidak bisa diceritakan kepada orang lain, mungkin juga tidak boleh diceritakan kepada orang lain, sebab perjumpaan dengan Tuhan sangat mulia. Tidak boleh sembarangan kita saksikan kepada orang lain. Dari perjumpaan dan percakapan dengan Tuhan di ruang doa tersebut, maka kita mengembangkan sebuah dialog dan fellowship yang tidak pernah berhenti di sepanjang waktu hidup kita. Kalau tidak ada perjumpaan khusus dengan Tuhan, maka sulit memiliki “doa tiada putus-putusnya”. Hal ini yang harus kita kembangkan terus, khususnya bagi para teolog dan pelayan jemaat. Supaya jangan hanya cakap dalam kegiatan gereja dan bertheologia.
Oleh: Astu Situmorang

0 komentar:

Posting Komentar

Bagi Anda yang ingin memberikan tanggapan/komentar berilah sesuai redaksi diatas.

 
Design by Jendri Aritonang+++Powered by: blogger