10 Nov 2015

BEBAN YANG MERINTANGI



UNTUK MENJADI seorang yang mewarisi Langit Baru dan Bumi yang Baru, orang percaya harus belajar melepaskan diri dari segala ikatan. Ikatan yang paling dominan dan bisa menjadi dosa permanen yang tidak bisa dilepaskan sampai selamanya adalah percintaan dunia. Inilah yang dikatakan sebagai “beban” yang merintangi perlombaan yang diwajibkan bagi orang percaya. Ikatan dengan dunia adalah ikatan yang sudah mendarah daging, yaitu yang terbangun sejak kecil di lingkungan tradisi orang tua yang menekankan “sukses hidup dalam dunia” atau paling tidak hidup dalam kewajaran seperti manusia lain. Orang percaya hendaknya tidak menganggap remeh belenggu ini. Kalau tidak ditanggulangi dengan serius, seseorang akan tetap dalam belenggu tersebut. Banyak orang merasa bahwa hal ini bukan bahaya besar. Mereka tidak pernah berjuang dengan sungguh-sungguh melepaskan diri dari ikatan percintaan dunia, maka mereka tidak pernah menjadi pemenang. Sampai tua kebanggaannya adalah harta. Memang hal itu tidak terucap di mulutnya tetapi terpatri dalam jiwa.

      Kalau seseorang menganggap hal melepaskan diri dari ikatan dunia sebagai hal yang mudah ditanggulangi, itu berarti ia tidak pernah berjuang. Mereka pasti sedang dalam tawanan. Jangankan jemaat, banyak rohaniwan yang merasa telah terbebas dari belenggu ini, padahal jabatannya sebagai rohaniwan tidak membuat ia bebas dari belenggu ini. Karena merasa sudah terbebas dari ikatan dunia, maka merasa diri sudah rohani. Rohani yang dimaksud di sini adalah tidak lagi menilai materi atau kekayaan sebagai nilai tertinggi kehidupan. Jabatan sebagai rohaniwan seolah-olah telah menempatkannya sebagai seorang yang tidak menilai materi sebagai nilai tertinggi kehidupan. Karena merasa diri rohani maka ia mengajar dengan pengajaran yang dia pikir membawa orang lain menjadi rohani. Padahal kalau pelayan Firman tidak rohani, maka pendengarnya pun tidak akan menjadi rohani. Hal ini ditandai ketika materi atau berkat jasmani menjadi hal yang selalu ditonjolkan dalam gereja. Kesaksian, doa dan lagu-lagunya selalu sekitar berkat jasmani. Hal ini bukan saja terjadi dalam gereja-gereja yang beraliran karismatik yang menyukai theologia kemakmuran, tetapi juga di banyak gereja yang menganggap bahwa hidup seperti anak-anak dunia adalah wajar. Dengan pemikiran tersebut mereka tidak pernah berniat memindahkan hati ke Kerajaan Surga. Sejatinya, orang percaya harus memiliki kehidupan yang memiliki perbedaan mencolok dengan mereka yang tidak dipanggil sebagai umat pilihan warga Kerajaan Surga. Orang percaya yang benar akan menjadikan Langit Baru dan Bumi yang Baru sebagai tujuan utama kehidupan dan kerinduan yang terbesar. Hal ini tidak dimiliki oleh anak-anak dunia.

    Walaupun secara fisik orang percaya belum berpindah ke surga, tetapi hatinya sudah harus berpindah. Tuhan Yesus berkata, di mana harta kita berada di situlah hati kita berada. Memindahkan hati ke Kerajaan Surga artinya memercayai bahwa kehidupan yang akan datang lebih baik dari kehidupan hari ini, sehingga kita tidak mengharapkan kebahagiaan dari dunia ini. Tidak ada sesuatu yang dapat membahagiakan dalam hidup ini kecuali kedatangan Tuhan yang akan mengakhiri sejarah dunia ini dan memindahkan orang percaya ke Kerajaan-Nya.
Seorang musafir tidak akan melakukan perjalanan tanpa memiliki hati yang ditaruh ke tujuan perjalanan. Demikian pula orang Kristen tidak akan mengadakan perjalanan iman menuju Kerajaan Surga tanpa memindahkan hati ke Kerajaan-Nya, sejak sekarang hidup di bumi ini. Jika tidak demikian, berarti hatinya masih melekat dengan dunia. Ini berarti masih mencintai dunia. Orang Kristen yang mencintai dunia tidak layak untuk Kerajaan Surga. Kalau jujur, banyak orang Kristen tidak hidup sebagai musafir dalam dunia ini karena mereka masih memiliki percintaan dunia. Yakobus mengingatkan bahwa percintaan dengan dunia berarti permusuhan dengan Allah. Orang yang mengasihi dunia menjadikan dirinya musuh Allah. Dekadensi iman yang terjadi di dunia akhir zaman ini dengan pengaruhnya yang jahat, membuat banyak orang Kristen termasuk para rohaniwannya terjangkit “sekularisme”, sehingga mereka tidak mampu memahami kehidupan sebagai musafir di dunia ini. Walaupun mereka aktif di gereja tetapi sebenarnya hatinya masih nyaman di bumi dengan segala kegiatannya, termasuk kegiatan rohani yang sarat dengan kepentingan pribadi.
1) Ibrani 12:1 ; 2) Matius 6:21; 3) Yakobus 4:4

0 komentar:

Posting Komentar

Bagi Anda yang ingin memberikan tanggapan/komentar berilah sesuai redaksi diatas.

 
Design by Jendri Aritonang+++Powered by: blogger