PRESTASI YANG TINGGI menurut ukuran dan konsep manusia biasanya diukur dengan berhasilnya mencapai gelar, meraih kedudukan yang tinggi dalam jabatan, baik jabatan di kantor swasta maupun gelanggang politik, dan pemerintahan. Prestasi yang tinggi juga diukur dari kebahagiaan berumah tangga, banyaknya uang yang dimiliki, yang terwujud dalam bentuk rumah mewah, mobil bagus, perhiasan yang melekat di tubuh dan lain sebagainya. Dalam lingkungan gereja, prestasi ini juga menjadi ukuran apakah seseorang terberkati oleh Tuhan atau tidak. Ini pandangan yang salah. Prestasi di kekekalan tidak menyangkut masalah berapa tinggi pendidikan yang telah diraih, kedudukan yang dicapai, kekayaan yang dapat dihimpun, kebahagiaan berkeluarga yang telah dinikmati dan kehormatan yang telah diterima dari manusia. Prestasi di kekekalan menyangkut apakah kita telah mengisi tahun-tahun hidup kita dengan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan atau melakukan apa yang diingini oleh Tuhan dalam segala hal. Jadi, sebagai anak-anak Tuhan prestasi di kekekalan diukur dengan ukuran seberapa kita telah melakukan kehendak Bapa. Menyadari hal ini Paulus berprinsip hidup: Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya. Jadi, prestasi hidup ini adalah hidup sesuai dengan keinginan Tuhan. Masalahnya adalah seberapa kita bergairah untuk menjadi seorang yang sungguh-sungguh melakukan kehendak Allah? Terdapat kalimat populer yang berbunyi “sebaik apa yang anda inginkan, sebaik itulah yang bisa andai capai”. Pernyataan ini bisa dijadikan jembatan untuk memahami kehidupan Kristen yang benar yang harus dijalani. Pencapaian prestasi kehidupan seseorang ditentukan oleh pemahamannya mengenai apa yang baik menurut Tuhan dan melakukannya. Dari apa yang dipahami mengenai kebaikan menurut Tuhan, maka ia akan mengarahkan hidupnya ke sana. Dan untuk memahami apa yang baik seseorang memerlukan perjuangan yang serius, sebab pemahaman mengenai apa yang baik menurut Tuhan harus dikejar oleh manusia itu sendiri, bukan anugerah yang otomatis turun dari langit.
Mengapa Tuhan Yesus berulang-ulang menyatakan bahwa sulit sekali seseorang untuk masuk Kerajaan Surga?. Kesulitan itu terletak pada dibutuhkannya perjuangan yang harus dilakukan untuk masuk ke dalamnya. Jangan karena serba “anugerah” maka dikesankan bahwa ke surga itu mudah, tidak perlu ada perjuangan. Banyak orang berpikir salah, seolah-olah dengan menjadi orang Kristen dan pergi ke gereja, maka seseorang otomatis akan masuk surga. Pengajaran mengenai anugerah yang salah telah membuat seseorang tidak bertanggung jawab atas hidupnya. Mengapa seseorang tidak mau berjuang untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah masuk kerjaan Surga? Jawabnya adalah karena tidak ada niat yang kuat untuk masuk ke sana. Ketiadaan niat yang kuat ini disebabkan oleh karena telah begitu banyak berbagai niat atau hasrat lain memenuhi hati dan pikiran. Untuk membuang niat yang membelenggu pikiran, seseorang harus mengalami pembaharuan pikiran oleh kebenaran Tuhan yang tertulis di dalam Alkitab. Kalau pikiran seseorang tidak dipenuhi oleh kebenaran Firman Tuhan, maka filsafat dunialah yang memenuhinya, seperti materialisme (suka harta), panseksualisme (suka seks) dan lain sebagainya. Satu-satunya jalan mengusir kegelapan adalah menyalakan terang, demikian pula satu-satunya jalan mengusir niat atau hasrat yang salah adalah kebenaran Firman Tuhan.Selama bertahun-tahun banyak orang Kristen mengisi hari hidupnya dengan kegiatan dalam lingkungan gereja atau bahkan melayani pekerjaan Tuhan dalam kegiatan gereja, tetapi bila pengertian mengenai nilai-nilai kehidupan masih belum diubah, maka semua kegiatan dalam gereja tidak berdampak banyak, bahkan kadang sia-sia. Seperti benih yang ditabur di semak belukar. Benih itu memang tumbuh, tetapi karena semak belukar yang adalah percintaan dunia (materialistis), maka benih itu tidak tumbuh. Benih yang tumbuh adalah benih yang ditabur tanpa gangguan, yaitu ditabur hati yang tidak mencintai dunia ini (tidak materialistis) atau tidak mencintai kekayaan dunia, maka benih itu berbuah atau mengubah hidup seseorang.
1) 2Korintus 5:9 ; 2) Lukas 13:24 ; 3) Matius 13:22-23
Oleh: Astu Situmorang

Posted in:
0 komentar:
Posting Komentar
Bagi Anda yang ingin memberikan tanggapan/komentar berilah sesuai redaksi diatas.