9 Nov 2015

HAK SETIAP ORANG PERCAYA


ORANG PERCAYA harus memiliki pengalaman berdialog dengan Tuhan. Dan pengalaman berdialog dengan Allah haruslah merupakan sesuatu hal yang biasa, normal dan natural bagi orang percaya. Bukan sesuatu yang luar biasa. Apakah hal yang luar biasa kalau seorang ayah berbicara dengan anak-anaknya? Justru yang menganggap berdialog dengan Allah adalah hal yang tidak wajar adalah mereka yang tidak normal. Sebagai Bapa, Allah ingin selalu berdialog dengan anak-anak-Nya. Tetapi masalahnya adalah apakah anak-anak-Nya memiliki kapasitas untuk bisa diajak berdialog dengan Dia, atau apakah anak-anak-Nya bisa nyambung untuk diajak berdialog? Dalam hal ini jika ada masalah kebuntuan dalam berdialog, kesalahannya tentu bukan terletak pada Allah Bapa tetapi pada manusia, anak-anak-Nya. Masalah utamanya adalah anak-anak Allah yang tidak dewasa rohani tidak memiliki kapasitas berpikir yang memadai untuk bisa diajak berdialog dengan Tuhan sebagai rekan dialog-Nya. Kapasitas berpikir ini juga berkenaan dengan sensitifitas atau kepekaan. Semakin seorang anak Tuhan dewasa, maka ia semakin peka terhadap suara Tuhan sehingga dialog dapat terselenggara.
         Allah memiliki perasaan yang reaktif dan responshif terhadap semua tindakan anak-anak-Nya. Ia berkenan untuk berurusan dengan umat-Nya setiap saat. Ia sangat mengingini bisa berdialog dengan anak-anak-Nya. Oleh sebab itu adalah kerugian besar yang tidak ternilai kalau orang percaya tidak mengalami Tuhan secara riil melalui dialog dengan Tuhan secara benar setiap saat. Para penulis Alkitab yakin dan sungguh-sungguh telah mengalami Allah secara riil. Mereka telah memiliki pengalaman berdialog dengan Allah secara wajar. Oleh sebab itu berdialog dengan Tuhan bukanlah sesuatu yang jauh dari pengalaman hidup umat Allah. Seharusnya, sedekat detak jantung kita, sedekat itulah suara Tuhan dapat kita dengar. Ia tinggal di dalam kita, Immanuel. Tokoh-tokoh iman dalam Perjanjian Lama dapat memiliki hubungan yang harmonis dengan Tuhan dalam interaksi dan dialog yang wajar, demikian pula umat Tuhan Perjanjian Baru. Bahkan seharusnya umat Perjanjian Baru bisa lebih memiliki pengalaman yang lebih kaya dari umat Perjanjian Lama, sebab Allah berkenan diam dalam kehidupan umat Perjanjian Baru.
         Kalau seseorang mengesankan bahwa berdialog dengan Allah adalah sesuatu yang istimewa -dalam arti seakan-akan hanya orang-orang tertentu yang bisa mengalaminya dan menjadi kebanggaannya- itu berarti ia tidak mengerti kebenaran. Mereka mengesankan bahwa Allah adalah Allah yang diskriminatif, berkenan akrab dengan orang-orang tertentu, tetapi tidak kepada yang lain. Seakan-akan hanya orang-orang tertentu yang memiliki hak istimewa untuk bisa berdialog dengan Tuhan. Kalau ada pelayan jemaat (pendeta) yang mengesankan demikian, maka ia memperbodoh umat dengan memberi kesan bahwa hanya dirinya yang bisa berdialog dengan Tuhan. Biasanya hal ini terjadi supaya jemaat berpusat pada dirinya, bahkan supaya dirinya dikultuskan atau didewakan. Sejatinya, berdialog dengan Allah adalah hak istimewa yang dimiliki setiap orang percaya. Allah Bapa sendiri juga merindukan suatu perjumpaan terus menerus, hubungan interaksi dan dialog yang tiada henti dengan anak-anak-Nya. Orang percaya harus membuka pintu selebar-lebarnya untuk membuka dialog dengan Tuhan. Orang percaya harus memburu pengalaman riil berdialog secara benar dengan Allah. Allah adalah realitas yang seharusnya dipahami lebih nyata dari apa pun. Senyata orang tua yang bisa memberi nasihat dan tuntunan, senyata dokter yang bisa memberi nasihat medis, senyata sahabat yang bisa mendampingi dan senyata kehidupan ini, senyata itulah Allah yang hidup.
         Keselamatan dalam Yesus Kristus telah memulihkan hubungan manusia dengan Allah. Ini berarti Allah yang tadinya jauh menjadi dekat. Tuhan yang bertakhta di tempat yang Mahatinggi, di terang yang tak terhampiri, berkenan menjadi Pribadi yang dekat. Dekat sekali, bahkan berkenan diam di dalam kita. Itulah sebabnya Tuhan Yesus memiliki gelar Immanuel ( )לֵאּּנוָמִ ini laH .atik atreseb hallA aynitra gnayע mengisyaratkan bahwa Allah berkenan diam bersama-sama dengan umat-Nya. Kebersamaan ini pasti kebersamaan dalam dialog yang berlangsung secara wajar atau normal, intensif dan terus menerus sebagaimana pertemuan dua pribadi yang bersama-sama. Kalau anugerah ini memberi kesempatan bagi kita untuk bisa berdialog langsung dengan Tuhan -tetapi kita tidak memanfaatkan anugerah ini- berarti kita menyia-nyiakan keselamatan yang begitu berharga.

0 komentar:

Posting Komentar

Bagi Anda yang ingin memberikan tanggapan/komentar berilah sesuai redaksi diatas.

 
Design by Jendri Aritonang+++Powered by: blogger